Mengapa Jepang Punya Hari Khusus untuk Berterima Kasih pada Alam?
Mengapa Jepang Punya Hari Khusus untuk Berterima Kasih pada Alam?
🌾 Sebuah Negara, Sebuah Doa
Di tengah gemuruh teknologi, robot, dan kota megapolitan seperti Tokyo, Jepang masih menyisakan ruang yang sangat dalam untuk sesuatu yang terdengar sederhana: berterima kasih pada alam.
Jepang punya hari libur nasional bernama Kinrō Kansha no Hi (勤労感謝の日),
yang secara harfiah berarti “Hari Terima Kasih untuk Pekerja”. Tapi akar sejarahnya jauh lebih dalam dan unik. Ia berakar dari upacara kuno bernama Niiname-sai (新嘗祭) — ritual panen yang mempersembahkan hasil bumi pertama kepada para dewa.
🌾 Dari Persembahan Dewa ke Hari Nasional
Di zaman kuno Jepang (khususnya era Shinto), ritual Niiname-saidilakukan oleh Kaisar Jepang sendiri. Ia akan mempersembahkan padi, kacang-kacangan, dan hasil pertanian lainnya kepada Kami (神) — para dewa dalam kepercayaan Shinto. Ini bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk syukur atas hasil panen yang bukan dianggap sebagai hasil kerja manusia semata, tapi juga anugerah dari alam semesta.
Setelah Perang Dunia II, Jepang mengalami perubahan besar dalam sistem pemerintahannya. Salah satunya adalah penghapusan status agama resmi. Namun, jiwa dari Niiname-sai tetap hidup dalam bentuk baru: Hari Thanksgiving Jepang atau Labor Thanksgiving Day — yang dirayakan setiap 23 November.
🌿 Lebih dari Sekadar Panen: Simbiosis Budaya dan Alam
Dalam budaya Jepang, manusia tidak dilihat sebagai “penguasa” alam, melainkan sebagai bagian kecil dari keseluruhan ekosistem kehidupan. Inilah kenapa dalam banyak aspek kehidupan di Jepang, kamu akan melihat betapa kuatnya penghormatan mereka pada alam:
- Matsuri (祭り)
atau festival tradisional sering diadakan untuk menghormati dewa hujan, padi, atau gunung.
- Kebun Jepang
dirancang bukan untuk menguasai alam, tapi untuk mengalir bersama harmoni alam.
- Bahkan dalam bahasa, ada ungkapan seperti “itadakimasu”
yang diucapkan sebelum makan — bukan hanya untuk menghormati orang yang memasak, tapi juga makhluk hidup yang telah berkorban untuk jadi makanan.
🌱 Ilmu Pengetahuan Bertemu Spiritualitas
Jepang sangat maju dalam sains dan teknologi, tapi uniknya, mereka tidak memutuskan hubungan spiritual dengan alam.
Contohnya:
- Konservasi dan daur ulang di Jepang bukan sekadar kewajiban hukum, tapi bagian dari budaya.
- Penelitian mengenai “forest bathing” (Shinrin-yoku) — praktik menyatu dengan alam untuk menurunkan stres — dimulai dari Jepang. Ilmuwan membuktikan bahwa berjalan di hutan dapat menurunkan hormon stres kortisol, meningkatkan imun, bahkan memperbaiki suasana hati.
- Banyak sekolah dasar di Jepang memiliki kebun mini untuk menanam sayur dan mengajarkan murid berterima kasih pada tanah.
🗻 Gunung Fuji, Padi, dan Filosofi Wabi-Sabi
Simbol-simbol alam seperti Gunung Fuji, sakura, dan ladang padi bukan hanya ikon visual. Mereka membawa makna dalam:
- Fuji dianggap suci.
- Sakura mengajarkan bahwa keindahan itu sementara.
- Padi, meskipun sederhana, adalah simbol kehidupan dan kerja keras.
Dalam filosofi Jepang, ada istilah “wabi-sabi” — keindahan dalam ketidaksempurnaan dan kefanaan. Alam, dengan siklus lahir-tumbuh-layu-mati, mengajarkan kita untuk tidak serakah, tidak abadi, dan selalu bersyukur.
💡 Jadi, Mengapa Jepang Punya Hari untuk Berterima Kasih pada Alam?
Karena bagi Jepang, alam bukan latar belakang kehidupan, tapi tokoh utama. Dan manusia hanyalah bagian dari cerita besar itu. Dalam sehari-hari kita mungkin lupa, tapi dengan adanya hari khusus seperti ini, Jepang mengingatkan warganya — dan dunia — bahwa teknologi bisa berjalan berdampingan dengan kerendahan hati terhadap alam.
🌸 Penutup: Pelajaran untuk Kita Semua
Di tengah dunia yang makin cepat dan terpisah dari alam, Jepang menunjukkan bahwa rasa terima kasih pada bumi bukan hal kuno, tapi justru sangat relevan. Hari Thanksgiving Jepang bukan hanya tentang buruh atau pertanian, tapi tentang kesadaran kolektif bahwa tanpa alam, kita bukan siapa-siapa.
Mungkin, kita pun perlu hari seperti itu. Bukan untuk merayakan hasil, tapi untuk mengingat asal.